Fasilitas kesehatan seperti klinik dan rumah sakit menjalankan pengelolaan obat kedaluwarsa sebagai bagian dari sistem keamanan pasien. Apoteker dan petugas farmasi memeriksa tanggal expired setiap bulan lalu menarik sediaan yang mendekati masa pakai. Mereka melakukan ini karena obat kadaluwarsa kehilangan efektivitas dan bisa beracun jika digunakan. Selain itu, komunitas sekitar dan lingkungan berisiko terpapar zat aktif bila pembuangannya tidak tepat. Dengan menerapkan prosedur standar, fasilitas kesehatan melindungi pasien, hukum, dan alam.
Landasan Regulasi & Pedoman Operasional
2.1 Peraturan Menteri Kesehatan 72/2016
Permenkes 72/2016 menginstruksikan rumah sakit menyusun kebijakan pengelolaan farmasi secara satu pintu melalui instalasi farmasi. Instalasi farmasi bertugas sejak tahap pengadaan, penyimpanan, distribusi, hingga pemusnahan obat rusak/kadaluwarsa . Regulasi ini mewajibkan apoteker menyiapkan sistem pengendalian stok (FEFO/FIFO), kartu stok lengkap, serta laporan mutu dan performa farmasi tahunan
2.2 Peraturan BPOM No. 14 Tahun 2019
BPOM Perka 14/2019 menetapkan bahwa fasilitas kesehatan tidak boleh mendistribusikan obat yang melewati tanggal kadaluarsa. Setiap obat kadaluwarsa harus dimusnahkan sesuai jenis sediaan dan tidak kembali diedar. BPOM juga mewajibkan fasilitas kesehatan membuat berita acara pemusnahan lengkap dengan saksi dan pelaporan ke otoritas setempat.
2.3 Pedoman Ditjen Farmalkes 2021
Kemenkes melalui Ditjen Farmalkes menerbitkan pedoman pengelolaan obat rusak dan kedaluwarsa untuk fasyankes dan rumah tangga (2021). Dokumen ini menyusun langkah identifikasi, segregasi, penyimpanan khusus, metode pemusnahan (teknis incinerator, inersiasi, autoklaf), hingga tata cara pengangkutan limbah B3 dan pelaporan ke pemerintah daerah.
Tahapan Pengelolaan (Operational Steps)
A. Identifikasi dan Seleksi
Rutin setiap bulan, instalasi farmasi melakukan stock opname dan memberi label istilah FEFO (First Expire First Out). Petugas menyusun daftar obat yang mendekati atau melewati tanggal kedaluwarsa, lalu memindahkannya ke area simpanan isolasi yang aman. Dokumen mencakup nama obat, batch, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan nilai ekonomis. Apoteker kemudian mengesahkan daftar tersebut dan mengajukan pemusnahan ke manajemen fasilitas atau otoritas berwenang.
B. Penyimpanan & Segregasi
Klinik dan RS memisahkan sediaan padat, cair, antibiotik, dan sitotoksik dalam kontainer yang aman. Instalasi Farmasi menyediakan akses terbatas, hanya untuk petugas yang berwenang. APOTEKER melakukan pengawasan rutin agar tidak terjadi pencampuran dengan obat aktif.
C. Dokumentasi dan Audit
Fasilitas kesehatan menyusun berita acara pemusnahan (BAP) yang mencatat waktu, tempat, jenis sediaan, kuantitas, dan saksi (apotek, gudang, auditor). Instalasi Farmasi mewajibkan audit internal tahunan untuk mengukur persentase obat expired ideal di bawah 1% dari total stok. Audit menggunakan kartu stok digital atau manual.
D. Pemusnahan Obat Kedaluwarsa
Fasilitas kesehatan memilih metode pemusnahan berdasarkan jenis sediaan:
Padat (tablet, kaplet, kapsul): apoteker melepas kemasan primer, menghancurkan obat, mencampurnya dengan tanah/kopi bekas lalu dimasukkan ke wadah limbah B3 dan dibakar di incinerator suhu tinggi.
Cair/Semi‑padat (sirup, gel, krim): petugas mengencerkan obat, mengocok endapan lalu membuang ke IPAL rumah sakit sembari menghancurkan botol dan labelnya.
Antibiotik/antiviral: petugas melarutkan obat dalam bak air selama beberapa minggu sebelum dibuang ke saluran air agar senyawa aktif tidak mencemari lingkungan.
Studi Implementasi: Audit & Kepatuhan Lapangan
RSUD Dr. Soeratno Gemolong (Solo)
Audit menunjukkan instalasi farmasi Gemolong berhasil menjaga persentase obat kadaluwarsa hanya 0,0246%, yang jauh di bawah batas ≤ 0,25%. Instalasi farmasi menjalankan seluruh langkah identifikasi, pemisahan, pemusnahan, dan pelaporan sesuai pedoman nasional.
RSUD Kabupaten Ciamis
Laporan audit 2024 melaporkan kepatuhan lengkap 100% terhadap SOP, dengan 35 item (0,83%) obat expired dan 12 item (0,29%) obat rusak dari 4.200 jenis sediaan—keduanya masih dalam kategori baik karena <1% dari stok total.
RSUD Pindad Bandung (Swasta Kota Bandung)
Evaluasi praktik di instalasi farmasi RS Pindad menghasilkan kepatuhan 85,71% terhadap SOP, meskipun kerugian akibat obat expired mencapai Rp 15,7 juta dalam satu kuartal. Rumah sakit ini mengidentifikasi masalah pada pengadaan dan pencatatan stok apotek yang masih belum tepat FEFO/FIFO .
Secara umum, audit menunjukkan tingkat kepatuhan fasilitas di Indonesia bervariasi antara 76% hingga lebih dari 90%, tergantung wilayah dan sistem manajemen instalasi farmasi.
Tantangan Lapangan & Rekomendasi Strategis
Tantangan
Keterbatasan incinerator atau fasilitas pemusnah limbah B3 membuat beberapa RS harus menyewa pihak ketiga atau menggunakan metode inersiasi/autoklaf, sehingga menambah biaya operasional.
Koordinasi antara klinik kecil/puskesmas dengan RS besar dan lembaga pengelola limbah tidak selalu berjalan lancar.
Kesadaran lingkungan dan risiko penyalahgunaan obat expired belum merata, khususnya pada petugas yang baru atau tidak mendapatkan pelatihan memadai.
Sistem digital stok dan jatuh tempo belum optimal di sejumlah daerah, menyebabkan identifikasi batch kadaluwarsa tertunda.
Rekomendasi
Adakan pelatihan rutin setiap 6 bulan bagi tim farmasi dan gudang, mencakup SOP identifikasi, segregasi, dokumentasi, dan teknik pemusnahan yang benar .
Jalin kerja sama dengan vendor layanan limbah B3 bersertifikat, terutama untuk benda sitotoksik dan antibiotik.
Terapkan sistem logistik digital yang menghitung tanggal expired secara otomatis dan mengeluarkan notifikasi.
Kesimpulan
Pengelolaan obat kedaluwarsa di klinik dan rumah sakit memerlukan sistem pengelolaan terpadu sejak evaluasi stok hingga pemusnahan. Fasilitas kesehatan bertanggung jawab terhadap risiko bagi pasien, hukum, dan lingkungan. Meski demikian, fasilitas masih menghadapi tantangan seperti incinerator terbatas, sinergi antar institusi, dan minimnya pengawasan digital.
Dengan pelatihan rutin, audit berkala, digitalisasi, dan kerjasama pengelolaan limbah B3, fasilitas dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan obat expired secara profesional.